Oktober 4, 2024

Asmara Soekarno dan Hartini Kepincut Gara-gara Sayur Lodeh, Pernikahan Ditentang Fatmawati.

0

gasspolls.com/Jakarta  –  Presiden RI pertama, Soekarno diketahui memiliki 9 orang istri. Salah satunya adalah Hartini yang merupakan seorang janda anak 5.

Jarang terekspos, kisah cinta Soekarno dan Hartini ternyata bak adegan di drama Korea. Bisa dibilang perjalanan cinta Soekarno dan Hartini cukup dramatis.

Di usia belia, Hartini menikah dengan Suwondo dan pindah ke Salatiga. Namun, pernikahan pertamanya tak berlangsung lama. Ia bercerai dengan Suwondo di usia 28 tahun dan memiliki 5 orang anak.

Kisah percintaan Soekarno ini terjadi saat dirinya tengah berkunjung ke Salatiga tepatnya Kota Baru, Yogyakarta yang hendak melakukan peresmian Masjid.

Namun, di tengah perjalanan Soekarno mampir sejenak ke rumah Walikota Salatiga pada siang hari. Di sana Soekarno menyantap hidangan sayur lodeh.

Menurut Soekarno, sayur lodeh yang ia makan begitu enak di lidah. Soekarno pun dibuat penasaran dengan siapa yang membuat sayur lodeh yang enak itu.

Gegara sayur lodeh tersebut, Soekarno pun akhirnya bertemu dengan Hartini.

Selepas pertemuannya itu, membuat Soekarno jatuh cinta pada pandangan pertama. Sesampainya di Jakarta, Soekarno membuat surat untuk Hartini.

“Tuhan telah mempertemukan kita Tien, dan aku mencintaimu. Itu adalah takdir,” ungkap Soekarno yang diucap ulang oleh narator kanal YouTube Historia Biography.

Namun, Hartini membaca surat dari seorang Presiden membuatnya merasa tidak karuan bahkan bingung bukan kepalang.

Setelah Hartini menerima surat pertama dari Presiden Soekarno itu, kemudian berlanjut ke surat-surat berikutnya.

Setahun kemudian, mereka kembali bertemu di peresmian teater terbuka Ramayana di Candi Prambanan.

Melalui temannya, Bung Karno kemudian mengirimkan sepucuk surat untuk Hartini dengan nama samaran Srihana. Seminggu kemudian Hartini mengirimkan sepucuk surat kepada Presiden Soekarno.

“Ketika aku melihatmu untuk kali yang pertama hatiku bergetar.

Mungkin kau pun punya perasaan yang sama,” sambungnya.

Dalam surat tersebut Hartini menujukannya untuk Srihana.

Memang keduanya selalu memakai nama samaran atau istilah sekarang panggilan kesayangan ketika sedang dimabuk cinta.

Pada 15 Januari 1953, Bung Karno meminta izin Fatmawati, istrinya, untuk menikahi Hartini. Namun, Fatmawati menolak poligami.

Diceritakan, saat itu Hartini meminta Fatmawati untuk tetap menjadi ibu negara, sedangkan ia tetap menjadi istri kedua.

Akhirnya Bung Karno menikah dengan Hartini di Istana Cipanas pada 7 Juli 1953 dan tinggal cukup lama di sana.

Sekitar tahun 1964, Hartini pindah ke salah satu paviliun di Istana Bogor. Pernikahan Hartini dan Bung Karno sempat mendapat kecaman dari organisasi perempuan Indonesia.

Setelah menikahi Hartini, secara berturut-turut Soekarno juga menikahi Ratna Sari Dewi (1961), Haryati (Mei 1963), dan Yurike Sanger (1964).

Namun, Hartinii tetap mempertahankan pernikahannya hingga akhir usia Bung Karno.

Bahkan, ia juga menjadi saksi lahirnya Supersemar pada tahun 1966.  Setelah peristiwa Supersemar, jalan hidup dan karier politik Bung Karno berakhir.

Setelah Soeharto dilantik menjadi presiden pada Maret 1967, Bung Karno menetap di paviliun Istana Bogor ditemani Hartini.

Hingga pada akhirnya, Bung Karno pindah ke sebuah rumah di daerah Batu Tulis, Bogor bersama Hartini.

Atas permintaan Bung Karno, Hartini mengirim surat kepada Presiden Soeharto dan memohon suaminya diizinkan pindah ke Jakarta agar dapat perawatan yang layak.

Saat itu, ginjal kiri Bung Karno sudah tak berfungsi sama sekali, dan fungsi ginjal kanan tinggal 25 persen.

Berbulan-bulan surat tersebut tak ada tanggapan. Hartini kembali mengirim surat kedua dan meminta Rachmawati untuk mengantarkan surat itu langsung ke Presiden Soeharto di Cendana.

Pada Februari 1969, Bung Karno dipindahkan ke Wisma Yaso yang kini jadi Museum Satria Mandala.

Kondisi Bung Karno semakin renta. Namun, Hartini tetap merawat Bung Karno dan mereka tinggal di Wisma Yaso hingga 1970.

Walaupun kodisinya menurun, Bung Karno menolak dibawa ke RSPAD. Namun, setelah dibujuk oleh Hartini, Bung Karno luluh.

Setelah beberapa hari di RSPAD, Bung Karno pun mengembuskan napas terakhirnya pada 21 Juli 1970 di usia 69 tahun sekitar pukul 07.00 WIB.

Saat meninggal, ia tetap ditemani oleh Hartini yang setia mendampingi. (gasspools/red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *